Memberikan Opini pada Sebuah Karya "Cahaya dari Timur: Beta Maluku"

TEKS ULASAN FILM CAHAYA DARI TIMUR BETA MALUKU




Judul                            Cahaya Dari Timur: Beta Maluku
Sutradara                     Angga Dwimas Sasongko
Produser                       Glenn Fredly dan Angga Dwimas Sasongko
Penulis                          Swastika Nohara dan Irfan Ramly
Pemeran                        Chicco Jerikho, Shafira Umm, Abdurrahman Arif, Burhanuddin  Ohorella, Aufa Assegaf, Bebeto Leutually, Jajang C.Noer
Perusahaan Produksi   :  Visinema Pictures
Tanggal rilis                   19 Juni 2014
Durasi                            150 Menit
Bahasa                            Indonesia dan Maluku


    

        Para pencinta bola sudah tidak asing lagi dengan sebutan nama Tulehu. Sebuah kampung yang terletak di Pulau Maluku. Mengapa kampung ini istimewa? Karena kampung inilah merupakan tempat asal muasal para pemain Tim Nasional (Timnas) Sepak bola di negeri ini. Siapa sajakah mereka? Ada Rizky Pellu, Alfin Tuasalamony, Hendra Bayau, dan masih banyak lagi. Nah, film “Cahaya dari Timur: Beta Maluku” garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko, beliau sudah beberapa menggarap film terkenal seperti Filosofi Kopi (2016), Bukaan 8 (2017), Wiro Sableng 212 (2018) dan Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2019). Dalam film ini Angga mengambil sebuah perjalanan hidup seorang mantan pemain timnas Indonesia tahun 1996 yang bernama Sani Tawainela. Dulu Sani juga bersekolah di sekolah khusus olahragawan yang berada di Ragunan, Jakarta. Di sana merupakan sekolah khusus untuk pembinaan para atlet usia dini. Namun, di sana Sani gagal dan memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Sekarang ia bekerja sebagai tukang ojek di kampung halamannya demi memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, banyak persoalan-persoalan yang harus dihadapi Sani, seperti mengurus keluarga yang menjadi prioritasnya sebagai kepala keluarga dan melatih anak-anak bermain sepak bola setiap jam 5 sore

        Film ini di dalamnya mengandung pesan moral yakni toleransi dan persatuan, yang dikemas melalui cerita sepak bola anak timur. Terdapat sebuah scene yang menggambarkan terjadinya konflik agama antara Islam dan Kristen sekitar tahun 2000 di Maluku. Kerusuhan terjadi di mana-mana, orang-orang membawa senjata tajam, bom dan lain-lain. Apabila ada bunyi tiang listrik itu tandanya sedang terjadi kerusuhan. Banyak orang berbondong-bondong ikut serta menyaksikan. Hal tersebut sangat berbahaya bagi anak-anak. Itulah kenapa Sani memberikan edukasi bermain sepak bola kepada anak-anak saat itu agar dapat mengalihkan perhatian atas konflik 

        Dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit, sulit banget waktu itu, dan juga ada perselisihan dengan sahabatnya (Rafli) terkait kepemilikan SSB (Sekolah Sepak Bola) Tulehu. Alhasil Sani memutuskan keluar dan memilih untuk melatih anak-anak SMK Passo dalam mempersiapkan kompetisi sepak bola Jhon Maeloa Cup. Tibalah pertandingan final yang mempertemukan SSB Tulehu Putra yang dilatih oleh Rafli Lestaluhu melawan SMK Passo yang dilatih oleh Sani Tawainela dan Yosef. SMK Passo harus mengakui keunggulan SSB Tulehu Putra dan alhasil pertandingan dimenangkan oleh SSB Tulehu Putra

        Setelah berakhirnya pertandingan, para pelatih diundang bersama Bapak Raja membicarakan suatu kompetisi sepak bola yang diadakan di Jakarta. Tak disangka, seharusnya yang melatih Tim Maluku adalah Rafli karena telah mengantarkan SSB Tulehu Putra meraih juara, tetapi yang ditunjuk pelatih adalah Sani. Meskipun Rafli diangkat menjadi asisten pelatih, namun Rafli menolak ikut berpartisipasi. Hal ini menjadikan Rafli undur diri dari rapat tersebut. Bersama Yosef, Sani mengumpulkan biaya untuk keberangkatan ke Jakarta. Persoalan muncul ketika Salembe yang tidak senang bermain bersama anak polisi Passo yang bernama Finky. Setiap latihan Salembe tidak mau mengoper bola ke Finky karena kematian ayahnya terkena peluru nyasar dari Passo, sehingga Salembe menolak satu tim dengan anak-anak Passo

        Inilah yang menjadi point of view film “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku” adalah rasa toleransi dan saling membantu yang sangat erat antara agama Kristen dan Islam. Bagaimana tidak, ketika Sani kebingungan mencari biaya untuk ke Jakarta, ada seorang pendeta dari Passo datang ke rumah Sani memberikan sedikit uang dari jamaah gereja. Tak hanya itu, para tetanggapun juga ikut memberikan sumbangan. Besok paginya Sani menjual 2 kambing yang menjadi tabungan keluarga untuk anaknya masuk sekolah. Alhasil Haspa (istri Sani) kecewa berat, dan terlihat murung ketika Sani berangkat ke Jakarta.



            Sesampainya di Jakarta masalah datang menghampiri, ketika pertandingan pertama melawan tim DKI Jakarta, rupanya Salembe tetep tidak suka dengan anak Passo tersebut dan membuat permainan tim menjadi kacau. Dan ada suatu kejadian tak terduga, salah satu tim dari Maluku terprovokasi akhirnya dikeluarkanlah kartu merah. Tim maluku akhirnya mengalami kekalahan di pertandingan pertama. Hal itu membuat Haspa merasa kecewa atas apa yang dilakukan Sani

“Sudah jauh jauh malah dia (Sani) membuat malu” kata Haspa kepada mamanya Alvin (dalam bahasa maluku)

        Cerita ini banyak sekali kejadian-kejadian yang kurang bisa dipahami dan tokohnya tidak terduga. Pada bagian Sofyan memberikan sedikit motivasi kepada Sani yang telah merasa mengecewakan keluarganya dan Maluku. Sani sempat putus asa dan menyerah akan keadaan. Sani ingin segera pulang menjemput Haspa di rumah mertuanya. Sofyan sedikit memberikan masukan kepada Sani, nasehat dari Sofyan menjadikan Sani kembali bersemangat menyatukan anak didiknya serta meminta Sani untuk memberikan motivasi semangat yang diingat anak-anak maluku ketika situasi yang dihadapi ini.

        Tibalah pada pertandingan selanjutnya. Di babak pertama Tim Maluku mengalami kebobolan. Namun, di ruang ganti sudah ditunggu oleh Sani. Bagian ini yang menjadikan semangat terpacu untuk mengharumkan nama daerah asal. Tidak pandang suku, ras, dan agama. Sani berusaha memberikan pemahaman tentang siapa diri mereka, bukan Tulehu atau Passo, bukan Islam atau Kristen tapi mereka adalah Maluku. Yang ada hanyalah nama”MALUKU”. Akhirnya pertandingan dimenangkan oleh tim Maluku. Pertandingan demi pertandingan dituntaskan dengan kemenangan. Akhir cerita tim Maluku melawan tim DKI Jakarta berhadapan di partai final. Sudah bisa ditebak siapa yang menjadi juaranya. Tim Maluku berhasil memenangkan pertandingan lewat drama adu pinalti dan membuat Tim Maluku mencatatkan sejarah pertama kali menjuarai kompetisi sepak bola nasional. 

        Banyak sekali keunggulan yang terkandung dalam film ini. Di antaranya ialah mengajarkan toleransi dan tolong menolong tanpa melihat sudut pandang suku, ras, dan agama. Selain itu, film ini memberikan semangat tinggi untuk berusaha menjadi lebih baik dan tidak mudah menyerah terhadap keterbatasan. Setidaknya, film ini sangat berguna untuk anak-anak muda, khususnya dalam hal mengejar cita-cita. 

        Saya merekomendasikan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku untuk referensi hiburan keluarga yang murah meriah. Poin terpenting di dalam film ini yakni mengandung semangat nasionalisme yang tinggi. Semangat inilah yang patut dicontoh, yang awalnya merasakan gagal, terpuruh, kemudian putus asa, dengan melihat film ini akan terbawa suasanya untuk kembali berjuang. Ingatlah masih ada orang yang mau memberikan semangat atau dorongan kepada kita. Yang terpenting adalah semangat dari dalam diri kita. seperti yang ditunjukkan Sani saat keadaan terpuruk. Dan juga sifat berani mengambil risiko inilah yang tidak mudah dilakukan oleh semua orang

        Akan tetapi, film “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku” juga bukan tanpa kelemahan. Satu hal dalam film ini ialah penggunaan Bahasa Daerah Maluku (Tulehu) oleh karena itu penonton harus dibantu dengan subtitle berbahasa Indonesia. Kemudian munculnya tokoh-tokoh secara spontan membuat penonton kebingungan mencari alur cerita dari film ini, misalnya adanya keberadaan Sofyan. 

        Film ini lebih cocok dan bermanfaat bagi para anak muda, untuk dijadikan sebagai acuan semangat dalam memperoleh suatu keinginan. Namun, perlu diketahui bahwa bimbingan orang tua harus tetap ada dan orang tua seharusnya mengarahkan ke dalam hal yang positif. Film ini cocok ditonton bersama keluarga saat liburan sekolah, dan sebagai mengisi waktu luang. 


        Jadi inti dari film “Cahaya dari Timur: Beta Maluku” menceritakan kisah perjuangan seseorang mulai dari konflik perbedaan yang ada di Maluku hingga mengantarkan suatu kebanggaan bagi daerahnya. Suka duka dilalui bersama anak-anak ini. Selain itu, prioritas keluarga juga diutamakan, jangan sampai urusan keluarga dikesampingkan tanpa memikirkannya. Oh iya, Di dalam film ini juga mengambil shotting asli di daerah Maluku  yang secara otomatis akan banyak pengunjung yang datang ke sana.

 

Komentar

  1. ada satu paragraf lagi coba kamu tambahkan sebagai paragraf evaluasi terkait, pentingnya atau rekomendasi kamu untuk pembaca menonton film ini. Selain itu, perbaikan penulisan terkait judul film ditulis miring ya. semangat, saya tunggu, bagus tulisanmu. asah terus kemampuan menulismu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer